IlMU ‘ILAL AL-HADIS



A. Pendahuluan

Secara garis besar, pembahasan ilmu hadis dibagi atas dua bagian. Ilmu hadis riwayat dan ilmu hadis dirayat. Ilmu hadis riwayat adalah ilmu untuk mengetahui segala apa yang disandarkan kepada Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, taqrir maupun sifat dan segala yang disandarkan kepada sahabat maupun tabi’in. Sedangkan ilmu hadis dirayah adalah ilmu untuk mengetahui keadaan perawi dan riwayatnya, apakah dapat diterima atau tidak .

Dalam kaitannya dengan ilmu hadis dirayah, yang menurut ulama kemudian dinamakan dengan ilmu ushul al-hadis, akan kita ketemukan berbagai macam cabang pembahasan ilmu hadis. Di antara cabang-cabang ilmu tersebut, dan yang paling pokok, adalah ilmu jarh wa ta’dîl, ilmu rijâl al-hadîs, ilmu mukhtalaf al-hadîs, ilmu gharîb al-hadîs, ilmu nâsikh al-hadîs wa mansûkhuhu dan ilmu ‘ilal al-hadîs.
Dari beberapa disiplin ilmu hadis yang kami paparkan di atas, yang akan menjadi topik bahasan kita di sini adalah berkaitan dengan ilmu ‘ilal al-hadîs.

B. Konsep Ilmu ‘Ilal al-Hadis

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ilmu berarti pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu.
Sedangkan kata ‘ilal (علل), dalam bahasa Arab, merupakan bentuk plural dari kata ‘illat (علة). ‘Illat secara etimologi berarti cacat atau aib. Dalam bahasa Arab, ‘illat juga berarti penyakit (مرض).
Imam Suyuti menyatakan bahwa ‘illat adalah sebab tersembunyi yang mengakibatkan cacatnya sebuah hadis meskipun secara lahiriyah tampak terhindar atau bersih dari cacat. Definisi tersebut juga direduksi oleh Muhammad Muhammad Abu Zahu di dalam disertasinya, dan juga Mahmud al-Thahan di dalam karyanya.

Hadis yang di dalamnya terdapat kecacatan yang berupa ‘illat disebut sebagai al-hadis al-mu’al. Perlu diketahui bahwa maksud dari kata ‘illat atau cacat di sini bukanlah cacat dalam artian umum, yang mudah diketahui, yang dalam perbendaharaan ulama hadis sering disebut dengan tha’n al-hadis.
Jadi, hadis mu’al adalah hadis yang di dalamnya terdapat kecacatan tersembunyi yang merusak kesahihannya meskipun secara lahiriyah tampak bersih dan bebas dari cacat.

C. Objek Ilmu ‘Ilal al-Hadis

Sebagaimana lazimnya objek studi-studi lain dalam penelitian hadis, studi ‘illat hadis juga tertuju pada dua objek kajian. Adakalanya ‘illat terdapat di dalam sanad, dan hal ini akan lebih banyak ditemui di dalam hadis. Hal itu biasanya terjadi dengan me-mausûl-kan hadis yang sebenarnya munqothi’, atau me-marfu’-kan yang sebenarnya mauqûf atau mursal.
Selain di dalam sanad, ‘illat juga terdapat di dalam matan. ‘Illat yang terdapat di dalam matan dapat terjadi dengan memasukkan suatu hadis ke dalam hadis lain, atau memasukkan sanad pada matan hadis yang tidak semestinya.
Ada juga ‘illat yang terdapat di dalam sanad dan matan sekaligus.

D. Urgensi Ilmu ‘Ilal al-Hadis

Untuk mengetahui validitas sebuah hadis, para ulama telah mengemukakan bahwa barometernya adalah hadis shahih yang didefinisikan secara lebih konkrit dan terurai oleh Imam al-Syafi’i di dalam kitabnya yang berjudul al-Risâlah. Dia menyatakan bahwa hadis ahad tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, kecuali jika memenuhi dua syarat, pertama, diriwayatkan oleh orang yang tsiqah (adil dan dhabit), kedua, rangkaian riwayatnya bersambung sampai kepada Nabi atau dapat juga tidak sampai kepada Nabi.

Kemudian, untuk memperjelas definisi hadis shahih, muncullah pendapat para ulama mutaakhirin seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Shalah bahwa hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit sampai ahir sanadnya, dan tidak tedapat kejanggalan (syadz) maupun cacat (‘illat).
Dari definisi hadis shahih di atas, dapat ditarik pengertian bahwa sebuah hadis baru dapat dikatakan sebagai hadis yang shahih apabila terhindar dari kecacatan (‘illat). Jadi, ilmu ‘ilal al-hadis merupakan ilmu yang sangat urgen untuk menilai validitas sebuah hadis. Karena, meskipun sebuah hadis memiliki ketersambungan sanad dan semua perawinya adil dan dhabit, belum dapat dikatakan sebagai hadis yang dapat dijadikan hujjah kalau tidak terhindar dari kecacatan.

E. Metode

Untuk mengetahui apakah sebuah hadis terdapat kecacatan di dalamnya ataukah tidak, kita dapat menggunakan metode komparasi (comparation methods). Caranya adalah dengan membandingkan semua sanad yang ada untuk matan yang isinya semakna, begitu pula halnya dengan matannya.
Dengan melakukan komparasi atas sanad dan matan hadis yang isinya sama atau semakna, maka ada tidaknya ‘illat dapat diketahui. ‘Illat tersebut dapat diketahui dengan; di dalam sanad tersebut hanya terdapat periwayat tunggal, di dalam jalur-jalur sanad lain berbeda dengan jalur periwayat tersebut dan dengan konteks-konteks lain yang menunjukkan adanya kecacatan. Dan hal tersebut ditunjukkan oleh seseorang yang benar-benar memiliki kapabilitas dalam masalah tersebut. Mengingat bahwa ilmu ‘ilal al-hadis ini merupakan ilmu yang cukup rumit dan njlimet, maka hanya kalangan ahli hadis yang benar-benar menguasai dan mendalami hadis dan ilmu hadis, memiliki hafalan dan pemahaman yang mumpuni terhadap hadis-hadis Nabi, yang dapat mengetahui ada tidaknya ‘illat dalam suatu hadis.
Di antara para ulama hadis yang menulis tentang ‘ilal hadis adalah Ali Ibn al-Madini, Imam al-Bukhari, Imam Muslim Bin al-Hujjaj al-Naisaburi, Imam al-Tirmidzi, Ibn Rajab, Ibn Abi Hatim Abdurrahman al-Razi, Imam Daruqutni dan lain-lain.

F. Contoh ‘Illat Yang Terdapat di Dalam Hadis

Pertama, ‘illat yang terdapat di dalam sanad:

Hadis yang redaksinya shahih, akan tetapi di dalam sanadnya terdapat ‘illat adalah hadis (البيعان بالخيار).
Hadis ini diriwayatkan oleh Ya’la Bin Ubaid dari Sufyan al-Tsauri dari ‘Amr Bin Dinar dari Ibnu ‘Umar dari Nabi saw: “البيعان بالخيار”.
Ya’la Bin Ubaid telah salah meriwayatkan dari Sufyan al-Tsauri ketika menyatakan bahwa hadis tersebut diriwayatkan dari ‘Amru Bin Dinar. Rawi yang benar adalah Abdullah Bin Dinar, bukan ‘Amru Bin Dinar. Hal tersebut diketahui dari para Imam yang meriwayatkan dari Sufyan al-Tsauri seperti Abu Na’im al-Fadl Bin Dakin, Muhammad Bin Yusuf al-Firyabi, Mukhallad Bin Yazid dan lain-lain.

Kedua, ‘illat yang terdapat di dalam matan:
Hadis yang diriwayatkan tunggal oleh Imam Muslim dari al-Walid Bin Muslim dari al-Auza’i dari Qutadah dari Anas Bin Malik:
صليت خلف النبي صلى الله عليه وسلم وأبى بكر وعمر وعثمان فكانوا يستفتحون بالحمد لله رب العالمين لا يذكرون بسم الله الرحمن الرحيم فى أول قراءة ولا فى آخرها
Hadis tersebut oleh Imam al-Syafi’i dinilai terdapat kecacatan karena berseberangan dengan para periwayat lain yang menyatakan bahwa nabi telah membaca basmalah dengan keras di dalam shalat seperti yang diriwayatkan oleh Daruqutni, al-Khatib dan al-Hakim dari Mu’tamar Bin Sulaiman dari Ayahnya dari Anas. Selain itu juga yang diriwayatkan oleh al-Hakim, Ibnu Khuzaimah, al-Nasa’i, Daruqutni, al-Baihaqi dan al-Khatib dari berbagai jalur dari hadis Abu Hurairah.

Ketiga, ‘illat yang terdapat di dalam sanad dan matan:
Contohnya adalah hadis yang menjelaskan bacaan “amin” di ahir surat al-Fatihah.
عن علقمة بن وائل أن النبي قرأ (غير المغضوب عليهم ولا الضالين) فقال “آمين” وخفض بها صوته.
Hadis ini diriwayatkan oleh Syu’bah Bin al-Hajjaj dari Salamah Bin Kahil dari Hujr Bin Abi ‘Anbasah dari ‘Alqamah.
Imam Muslim mengatakan bahwa Syu’bah telah keliru dalam riwayat ini ketika mengatakan: وخفض بها صوته.
Imam al-Bukhari menyatakan bahwa Syu’bah telah keliru di dalam beberapa bagian dalam hadis ini, Hujr Bin Abi ‘Anbasah seharusnya adalah Hujr Bin ‘Anbasah yang memiliki kuniah Abu al-Sakan. Selain itu, Syu’bah juga telah menambah ‘Alqamah Bin Wa`il, padahal sebenarnya tanpa ‘Alqamah. Lengkapnya adalah dari Hujr Bin ‘Anbasah dari Wa`il Bin Hujr, Ia berkata: وخفض بها صوته.
Matan hadis tersebut juga terdapat ‘illat karena redaksi hadis yang sebenarnya adalah: ومد بها صوته.

Daftar Pustaka
Al-Suyuti, Al-Hafidz Jalaluddin, Tadrîb al-Râwî Fî Syarh Taqrîb al-Nawâwî, (ed. Muhammad Aiman Bin Abdullah al-Syabrawi), Kairo: Dâr al-Hadîs, 2004.
Al-Shalih, Subhi, ‘Ulûm al-Hadîs Wa Musthalahuhu, Beirut: Dâr al-‘Ilm Li al-Malâyîn, 2006.
Zahu, Muhammad Muhammad Abu, al-Hadîs Wa al-Muhaddisûn Au ‘Inâyat al-Ummah al-Islâmiyyah Bi al-Sunnah al-Nabawiyyah, Kairo: al-Maktabah al-Taufîqiyyah, t t.
Al-Khusy’i, al-Khusyu’i al-Khusyu’i Muhammad, al-Wajîz Fî ‘Ulûm al-Hadîs, Kairo: Diktat kuliah ilmu hadis tingkat II Universitas al-Azhar Kairo, 2008.
Ismail, M. Syuhudi, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, Jakarta: Bulan Bintang, 1992.
Bustamin, dan M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Hadis, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.
Al-Siba’i, Musthafa, al-Sunnah Wa Makânatuhâ Fî al-Tasyrî’ al-Islâmî, Kairo: Dâr al-Salâm, 2008.
Al-Qaradhawi, Yusuf, Kaifa Nata’âmalu Ma’a al-Sunnah al-Nabawiyyah Ma’âlim Wa Dhawâbith, Qatar: Bank al-Taqwa, tt.
Mazid, Ali Abdul Basith, Manâhij al-Muhadditsîn Fî al-Qarn al-Awwal al-Hijrî Hatta ‘Asrinâ al-Hâdhir, Kairo: Maktabah al-Iman, 2010.
Ali, Nizar, Memahami Hadis Nabi (Metode dan Pendekatan), Yogyakarta: CESaD YPI Al-Rahmah, 2001.
Al-Thahan, Mahmud, Taisîr Musthalah al-Hadîs, Aleksandria: Markaz al-Huda Li al-Dirâsât, 1994.
Al-Razi, Abu Muhammad Abdurrahman, ‘Ilal al-Hadîs, Kairo: al-Matba’ah al-Salafiyah, 1922.
Al-‘Adawi, Abu Abdullah Musthafa Bin, Syarh ‘Ilal al-Hadîs Ma’a As`ilah Wa Ajwibah Fî Musthalah al-Hadîs, Thantha: Maktabah Makkah, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar